kashikuta: (Cute Sakuraiba)
[personal profile] kashikuta
I'm baaaaaaccckkk~ And still alive... Hohohoho... xD

Chapter ini, masih chapter kolaborasi dengan Ainoshiteru. Cuma dua ini, selanjutnya Hideko kembali nulis sendiri.

Alur waktunya akan bolak balik bolak balik, tapi semoga masih cukup bisa dimengerti dan nggak jadi pusing.

Ok deh, enjoy the story and happy weekend. (^_____^)


Photobucket

Judul : Delusion
Penulis : Hideko Ikuta dan
[info]ainoshiteru
Pairing : Sakuraiba
Rating : PG-13 (M-PREG) (side pairing: JunBa & SakuMoto, Guest : OhMiya , TomaPi dan MatsuMiya)
Genre : Romance, BL, Yaoi
Sinopsis : Tragedi masa lalu membuat Aiba dan Sho menutup diri terhadap cinta, bagaimana mereka dapat mengatasi trauma masing-masing?
Disclaimer : I don't own them. :(



Satu minggu yang lalu…

Setelah kejadian dengan Aiba di apartemennya, Sakurai Sho terpaksa harus di rawat di rumah sakit karena mengalami luka dalam. Diagnosa dokter mengatakan bahwa bagian bawah tubuhnya robek dan terluka karena benda tumpul, jadi satu-satunya cara menghentikan pendarahannya adalah mengoperasi dan menjahitnya agar bagian itu tidak terus menerus mengeluarkan darah. Tidak begitu parah memang, tapi akibat hal itu, selama seminggu, Sakurai Sho praktis harus dirawat inap di rumah sakit.

Hari itu, Ohno dan Nino menjenguknya untuk melaporkan sesuatu.

Ohno Satoshi menggelengkan kepalanya kuat-kuat sambil memegang erat dokumen di tangannya. Ada sebuah kejanggalan dari data yang sudah berhasil ia kumpulkan. Tanpa sadar, Ohno bergidik ngeri. Tidak, belum tentu benar. Mungkin itu hanya dugaan tak beralasan saja. Ya, pasti begitu, gumamnya dalam hati.

"Satoshi, apakah ada yang ingin kau sampaikan kepadaku?"

"Ah, ano… sebenarnya ada satu hal tentang Aiba Masaki yang belum saya katakan kepada anda" Ohno menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.

"Ada sebuah rutinitas yang tidak biasa dari Aiba…"

"Rutinitas? Maksudmu?"

"Setiap pulang bekerja, ia selalu mampir ke toko aksesoris yang berbeda untuk membeli sebuah kalung. Dan hal itu selalu berulang setiap hari."

Sho memandangi Ohno dengan bingung. Memangnya apa yang salah dengan hal itu? Mungkin Aiba suka mengoleksi kalung hingga ia membelinya setiap hari.

Ohno melayangkan pandangannya ke sembarang arah, sebuah cara yang cerdik untuk menyamarkan matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Salah seorang sahabat saya juga pernah mengalami hal yang... kurang lebih sama dengan Aiba, saat istrinya meninggal."

Sho mengernyitkan dahinya. Ia sama sekali belum bisa menangkap arah pembicaraan Ohno.

"Lalu?" tanyanya kemudian.

"Rasa cinta yang sangat dalam membuat sahabat saya merasa begitu kehilangan. Disaat semua orang mulai bisa merelakan kepergian isterinya, sahabat saya malah mengingkari kenyataan yang ada. Kejadian traumatis itu memicu alam bawah sadarnya untuk menciptakan kenyataan sendiri. Kondisi semacam itu disebut delusi atau lebih tepatnya delusional disorder”

“Delusional disorder?” tanya Sho. Merasa agak familiar dengan kata-kata itu, tapi ia lupa pernah mendengar atau membacanya dimana.

Ohno mengangguk.

“Makiko-chan suka sekali membeli cincin. Dan sahabatku mengambil kesimpulan bahwa cincin-cincin itu bisa menggantikan sosok istrinya yang telah tiada. Sejak saat itu ia selalu menyempatkan diri untuk membeli minimal satu buah cincin dalam satu hari. Ia bahkan menguras seluruh tabungannya demi membeli cincin. Hal itu terus ia lakukan sampai akhir hayatnya….”

Sho terperangah mendengar cerita Ohno. Perlahan tapi pasti, bayangan tentang kotak besar di dalam lemari Aiba terlihat semakin jelas di dalam benaknya. Kalau dilihat dari latar belakang hubungan Aiba dan Jun, bukan tidak mungkin Aiba mengalami delusi seperti yang dituturkan Ohno. Semuanya terasa semakin mungkin saat Sho mengingat perlakuan Aiba pada dirinya kemarin. Tidak salah lagi, kalung itulah yang membuat Aiba menjelma menjadi pribadi yang begitu asing dan mengerikan dimata Sho.

Tiba-tiba saja Nino mencengkeram kerah piyama Sho, membuat pria itu terperanjat kaget.

“Kau harus membantunya untuk sembuh, Sakurai-san. Kau harus melakukannya sebelum semuanya terlambat!" kata Nino sambil menatap Sho tajam.


************************

Aiba terbangun di dalam sebuah kamar tidur yang cukup familiar dengannya meskipun itu bukanlah kamar tidur yang biasa ia tinggali. Ia tahu persis bahwa kamar ini adalah salah satu kamar di panti asuhan yang biasa jadi tempat ia tidur setiap ia menjenguk Mika. Ia menoleh ke kanan sisi tempat tidurnya dan menemukan bahwa Sho sedang tertidur di sampingnya dengan tubuh duduk di kursi tetapi kepala tertelungkup di tempat tidur.

Aiba baru saja ingin mendekatkan tangannya untuk membelai rambut Sho ketika pintu kamar itu dibuka oleh seseorang.

“Papa...!!” kata Mika dengan riang begitu melihat Aiba sudah membuka mata, hal itu langsung membuat Sho terbangun dan membuat Aiba mengurungkan niatnya.

“Mika-chan...” kata Aiba sambil tersenyum tapi dengan ekspresi agak bingung karena putrinya masuk ke kamar itu dengan digendong oleh seorang pria setengah baya berwajah familiar tetapi tidak ia kenal.

Sho kemudian memperkenalkan pria setengah baya itu sebagai ayahnya. Aiba jadi mengerti mengapa wajah pria itu begitu familiar, pria itu sangat mirip Sakurai Sho selain itu, ia juga baru ingat bahwa pria itu adalah donatur terbesar panti asuhan yang beberapa kali pernah tak sengaja bertemu dengannya, karena itu, tak heran jika pria itu sekarang sudah begitu akrab dengan Mika. Aiba kemudian bangun dari tidurnya karena menghormati pria itu.


“kau sudah melewati banyak hal berat karena kesalahan puteraku yang bodoh ini... Kau orang yang hebat, Aiba-kun...” kata Sakurai Shun sambil membelai kepala Aiba.

Aiba hanya tersenyum dengan agak bingung sementara Sho hanya duduk diam sambil memangku Mika.

“aku selalu merasa dekat dengan Mika setiap aku datang kemari, sekarang aku tahu alasannya. Terima kasih sudah merawatnya dengan baik...” kata ayah Sho sambil menggenggam kedua tangan Aiba membuat mata Aiba sekejap langsung berkaca-kaca.

Baru kali ini Aiba dapat merasakan dirinya tidak sendirian... Biasanya, hanya dengan kalung pemberian Matsumoto Jun ia dapat merasakan bahwa ada seseorang yang selalu ada untuk mendukungnya, tetapi sekarang, Aiba dengan ayah Sho di hadapannya, entah mengapa Aiba jadi merasa bahwa ia kini memiliki beberapa orang lain yang juga mendukungnya.

***************************

Beberapa minggu yang lalu, pada malam sebelum Sho menginap di rumah Aiba…

Aiba berjingkat riang menaiki dua anak tangga sekaligus. Rumah kontrakannya berada di lantai tiga dan lift tua di sana sedang diperbaiki. Dalam kondisi normal ia pasti merasa sebal karena terpaksa harus menaiki puluhan anak tangga sebelum bisa beristirahat dengan nyaman di kamar tidurnya. Tapi apa mau dikata, gajinya sebagai seorang office boy memang hanya cukup untuk menyewa rumah kontrakan sederhana dan lapuk yang sebenarnya tidak bisa disebut sebagai rumah karena dua lantai di bawah dihuni oleh orang lain.

Untung saja hari ini hatinya sedang senang. Setelah mengumpulkan uang selama lebih dari 5 bulan lamanya, akhirnya ia bisa membeli kalung itu. Sebuah kalung yang bentuk dan desainnya sama dengan kalung yang pernah diberikan Jun padanya.

Berakhir sudah, kehidupannya yang tidak menentu akan mencapai titik balik.

Sesampainya di apartemen, Aiba langsung melemparkan tasnya ke atas sofa. Dengan tidak sabar ia segera merobek pembungkus kalung itu lalu memakainya. Sesaat setelah kalung itu terpasang di lehernya, Aiba pun menghampiri sebuah cermin besar yang terletak di kamar tidurnya.

“Kireii~” gumamnya sambil meraba kalung tersebut.

Sayang, kebahagiaan Aiba lenyap secepat kedatangannya. Kenapa ini? Apa yang terjadi? Kenapa ia tetap merasa sedih dan kesepian? Bukankah kalung itu sudah ia buat semirip mungkin dengan kalung yang diberikan Matsujun.

Bahkan kalung itu juga memiliki goresan nama Jun yang ditulis dalam huruf kanji. Lalu kemana gairah hidup itu? Kenapa ia tidak merasakan sensasi yang sama ketika ia memakai kalung yang diberikan Jun? Berbagai pertanyaan yang membutuhkan jawaban bermunculan silih berganti di dalam benaknya. Membuatnya bingung bukan kepalang.

Aiba termenung memandangi bayangan dirinya yang terpantul dari cermin. Tiba-tiba saja ia merasa begitu jijik dengan dirinya sendiri. Dengan penuh kemarahan, Aiba berteriak sambil mengacak-acak seisi kamarnya. Tak lupa ia menarik kalung itu secara paksa, membuatnya terlepas dari leher pemiliknya.

Belum puas dengan semua itu, Aiba pun mengambil liontin berbentuk hati yang teronggok begitu saja di atas lantai. Dengan tergesa ia membawanya ke ruang tengah, mengambil korek api di dapur, lalu membakarnya di dalam asbak. Kesal karena ia tak berhasil membakar kalung itu karena kalung tersebut berbahan platina, Aiba dengan sembarang mengambil kalung lain yang ia simpan lalu membakarnya bersama dengan kalung itu.

"Jun… aku tak bisa hidup tanpamu, maafkan aku… mohon jangan tinggalkan aku sendiri...” ucapnya lirih sambil memandangi api yang mulai berkobar.


******************

Hari itu akhirnya dihabiskan oleh Aiba dengan mengobrol dengan Sakurai Shun dan ibunya di teras depan sementara, Sho dan adik perempuannya asyik bermain dengan Mika. Malam harinya, Mai dan ayahnya pamit pulang, sementara Sho memutuskan untuk tetap tinggal.

“Oii... Kenapa kau juga tidur di sini?!” kata Aiba dengan nada sinis setelah melihat Sho menggunakan piyama dan membawa barang-barangnya masuk ke dalam kamar tidur Aiba.

“di sini semua kamar adalah untuk anak-anak panti. Satu-satunya yang bisa jadi tempatku tidur adalah kamar ini” kata Sho sambil meletakkan barangnya di kamar itu.

“Tidak boleh! Kau tidur di sofa di luar!” kata Aiba sambil mendorong-dorong tubuh Sho keluar kamar.

“kau tega sekali padaku, Aiba-kun. Di luar khan terlalu dingin, aku tidak mungkin bisa tidur” kata Sho sambil berusaha masuk lagi.

“pokoknya tidak boleh, aku tidak perduli! Salahmu sendiri kenapa tadi tidak pulang bersama keluargamu!” kata Aiba berusaha tegas.

“Aiba-kun... Ayolah...” kata Sho sambil memegang kedua tangan Aiba, masih berusaha masuk.

“papa?” tanya Mika yang ternyata berdiri tak jauh dari mereka.

“iya, Mika-chan?” tanya Aiba dengan nada lebih lembut.

“Mika ingin tidur bersama papa, apa boleh?” tanya Mika sambil memeluk boneka teddy bear kesayangannya.

“ahhh~ tentu saja... Ayo, sayang...” kata Aiba langsung menggandeng tangan kanan Mika tanpa ragu dan mengajaknya masuk ke dalam kamar.

“kau dengar itu, aku tidur bersama Mika, tak ada tempat lagi untukmu!” kata Aiba sambil tersenyum licik kepada Sho. Tapi Sho tidak gentar dengan perkataan itu...

“Mika-chan, apa aku boleh tidur bersama kalian juga? Di luar dingin~” kata Sho sambil berjongkok di depan Mika dengan wajah pura-pura sedih.

“un~ Ayo masuk, Onii-chan...” kata Mika sambil tangan kirinya menggandeng tangan Sho. Membuat senyuman Aiba memudar.


Beberapa jam kemudian....

Sho, Aiba dan Mika sudah tidur pada tempat tidur yang sama. Aiba tidur di tengah-tengah dengan posisi Sho berada di sebelah kanannya dan Mika di sebelah kirinya. Dalam beberapa menit, Mika sudah langsung dapat tidur dengan nyenyak tapi hal itu tidak terjadi dengan Sho dan Aiba yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Terlalu dekat, terlalu intim, mereka tak mungkin tidur dalam posisi seperti ini.

Tak lama kemudian, Aiba dapat merasakan Sho mulai mendekatkan tangannya ke tubuhnya mencoba memeluknya.

“Sakurai Sho, apa yang kau lakukan?” kata Aiba berusaha melepaskan pelukan Sho.

“stttt... Jangan berisik, atau anak kita akan terbangun” kata Sho sambil berbisik di telinga Aiba, membuat Aiba sedikit bergidik ngeri.

“Sho... Jangan main-main...” kata Aiba berusaha mempertegas nada bicaranya meskipun dengan suara yang kecil, begitu merasakan Sho sudah mulai menciumi pipinya lalu lehernya.

Tapi Sho tampaknya tak perduli, ia terus menciumi Aiba bahkan sampai ke bibirnya. Hal itu membuat Aiba harus sekuat tenaga untuk menahan suara yang keluar dari mulutnya karena Sho masih menyerang tubuhnya dengan kecupan-kecupan yang ganas bahkan sesekali Sho memberikan gigitan kecil pada leher Aiba.

“ssshhh... Ahhh... Sho....” kata Aiba sementara Sho tetap melancarkan aksinya. Sho tampak seperti orang yang sudah kehilangan akal sehat hingga berani melakukannya di tempat seperti ini... di dekat, Mika.

“aku merindukanmu, Aiba-chan... Sangat merindukanmu...” bisik Sho di telinga Aiba dengan tangan yang pelan-pelan mulai menuju ke daerah sensitif di bagian bawah tubuh Aiba.

“Ada Mika-chan... Ku mohon... Hentikan... Sho-chaaaan...” panggilan akrab akhirnya keluar dari mulut Aiba dan sekejap memberi pertanda bahwa Aiba Masaki yang ia sayangi sudah kembali seperti semula.

Ia akhirnya tersenyum tipis lalu menuruti keinginan Aiba untuk tidak meneruskan kegiatan intim mereka. Sho kemudian memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa lagi selain tidur sambil memeluk Aiba dengan perasaan senang. Pria yang dipeluk oleh Sho itu tak lama kemudian menyusulnya tidur.
This account has disabled anonymous posting.
If you don't have an account you can create one now.
HTML doesn't work in the subject.
More info about formatting

Profile

kashikuta: (Default)
kashikuta

February 2020

S M T W T F S
      1
2345678
910 1112131415
16171819202122
23242526272829

Style Credit

Expand Cut Tags

No cut tags
Page generated Jul. 7th, 2025 12:49 pm
Powered by Dreamwidth Studios